"Go-Car, Ya Pak?"
Motivation can
come from anywhere. Like tonight, I got a motivation to write and post an
article because me and a friend of mine named Lisa, promised to do so. I will
promote her blog at the end of this post. So, stay tuned and read my post until
done....
Malam ini cukup dingin. Faktornya
banyak. Salah satunya efek dari habis senam aerobik yang membuat badan
berkeringat dan kaus jadi basah. Ga ganti baju lalu naik motor, walaupun
jaketan, tetap saja dinginnya masih mengungkung.
Sampai di kamar, ternyata
penyejuk ruangan lupa saya matikan saat
berangkat kerja. Jadi hawa dingin langsung menusuk. Saat bersentuhan dengan
airpun rasanya seperti bertemu orang yang tidak disukai, ga ingin berlama-lama.
Saya mau cerita pengalaman
konyol. Entah ini lucu apa tidak, tergantung siapa yang membaca ya. Baiknya sih
pembaca ga berekspektasi ya, biar ga kecewa.
Sesekali kita memang perlu
menertawakan diri sendiri dan kehidupan. Agar kita lebih dewasa menghadapi
hidup. Cieeh, sok bijak. Padahal mah, apes.
Hari Minggu, 12 Desember 2016,
adalah hari kedua sekaligus hari terakhir penyelenggaraan Festival Pembaca
Indonesia 2016 yang diadakan di Museum Nasional Indonesia, Jl. Medan Merdeka
Barat, Jakarta, sebelah barat Monas.
Saya sudah hadir di sana dari
sekitar pukul sembilan pagi bersama Ika, tetangga kamar sekaligus teman
sekomunitas Buku Berkaki. Kami baru berkesempatan pada hari tersebut untuk urun
menyumbangkan tenaga dan waktu dimana Komunitas Buku Berkaki ambil bagian dalam
perhelatan. Buku Berkaki buka booth. Booth tidak terlalu besar, seperti 3-4 M X
2M. Barang tidak terlalu banyak. Tapi tetap saja apabila acara loading dan
unloading barangnya jadi berat-berat dan makan tempat. Tentang Buku Berkaki, bisa dibaca lebih lanjut di sini ya
Langsung ke inti cerita aja
ya.
Saat itu sekitar pukul
setengah lima sore. Acara sudah selesai dan barang-barang sudah dikemas. Jakarta baru saja selesai diguyur hujan. Menyisakan
rintik-rintik yang membuat aktivitas unloading agak sedikit terhambat. Mobil-mobil
pada basah. Kami memesan taksi online untuk mengangkut barang-barang yang telah
kami rapikan dan sudah siap parkiran, ke Museum Kebangkitan Nasional, Senen. Beberapa
kali pemesanan bermasalah. Ada yang tarifnya terlalu tinggi, ada yang tidak kunjung
mendapat jawaban. Pokoknya kami tertahan di basement dengan barang-barang,
ditambahi dengan asap kenalpot mobil, hawa panas basement, lalu lalang orang, teriakan orang yang ingin segera selesai unloading serta
muka-muka cemas ingin membantu tapi nanti malah khawatir menjadi lebih ribet. Karena
jumlah kami banyak serta barang bawaan, kami memesan dua taksi.
Selang 30 menit, akhirnya
kendaraan datang juga. Senang dong, para krucil Buki (sebutan untuk volunteer Buku Berkaki) yang menunggu
harap-harap cemas taksi onlinya. Pemesan bilang “itu, itu mobilnya”, sambil
menyebutkan nomor pelat mobilnya.
Saya dengan sigap, membantu mengangkat
barang-barang untuk dipindahkan ke mobil. Biar kelihatan kerja.
Sebuah mobil tipe family car
dengan jarak sepuluh meter dari saya, seorang bapak-bapak paruh baya membuka pintu belakang mobil dan merapikan
space yang kiranya akan dipakai untuk meletakkan barang. Sampai belakang mobil,
saya dan seorang teman berhenti di situ. Bapak pemilik mobil memandangi kami. Kami
sendiri menunggu aba-aba dari Bapak tersebut untuk memasukkan barang-barang. Bapaknya
diam saja sambil memasukkan barang yang lain. Karena bapaknya merasa saya dan teman saya berdiri
terlalu dekat dengan kendaraannya, beliau memasang muka bingung. Dikasih muka
bingung, saya dan teman saya juga jadi ikut bingung.
Akhirnya saya bertanya, “Gocar ya,
Pak?”
Bapak, “bukan”. Jawabnya dengan muka datar.
Oh, NO! Saya salah mobil. Berapa tadi nomor pelat yang disebutkan? Aduh, malu. Pingin
menutup muka muka, tapi tangan lagi ga
available karena mengangkat barang. Duh, sudah seenaknya saja menganggap Bapak
tadi bekerja sebagai driver taksi online. Kalo saya dituntut karena melakukan
perbuatan tidak menyenangkan bagaimana? Mana bapaknya berkumis lagi macam kumis
Rano Karno. Kalo bapaknya marah gimana? Dalam hati, mampus lah saya, .
Duh, muka malu ini harus
segera diselamatkan. Akhirnya, berlarilah saya menjauh dari mobil tersebut. Teman
ketawa jahat dengan kejadian tersebut. Syukur sekali bapaknya ga marah. Malah jadi
tambah malu.
Setelah beberapa meter
menjauh, sepertinya ada yang lupa. Oiya, lupa minta maaf. Sebelum terlambat,
akhirnya saya putar badan dan mengucapkan maaf dengan perasaan serba salah. “Maaf banget, ya Pak”. Kata
bapaknya sih ga masalah. Cuma ya, ketidak hati-hatian ini berakibat kurang fokus
dech.
Semua ini pasti gara-gara
hujan. (nyari victim)
Perhatian, hujan tidak hanya hanya
membawa genangan dan kenangan, tetapi juga bikin engga fokus.
Haaaa.... udah segitu aja
ceritanya. Ga lucu, kan? (terus ngarepin jawaban, enggak kok, cerita nya
lucu...)
Nah, kalo kalian punya cerita lucu atau kejadian konyol apa? Share yuk, atau bagi linknya di bagian komentar.
Jangan lupa, kunjungi blog teman saya memoryinthesky.wordpress.com
Selamat malam.
KarPol, 23.56 WIB.
mungkin lu butuh aKUA kak :P
ReplyDeletebtw, balik lagi untuk minta maaf ke bapaknya itu lu banget sih
KUA? berarti mukaku KUA-able banget yah... makasih loh. bisa sering-sering ke KUA. daftarin diri sendiri, nemenin Lisa daftar, trus nganterin yang lain daftar juga.
Deletebtw, gw cuma putar badan, bukan balik lagi. bacanya yang bener dong, ah elahh....
iya, yuklah kita cari pasangan buat daftar ke KUA
Delete(kemudian nyari emot mata juling)