A little childhood adventure : sugar canes plantation

"Childhood is the most beautiful of all life's seasons"



Kebun tebu adalah bagian dari masa kecilku. Masa-masa aku TK sampai SD, aku tumbuh  dikelilingi banyak kebon tebu.
I can say, it was one of my playground. And my visit on May 2018, as I passed  sugar canes plantation, it brought up my childhood memory. You will find out how special it was for me as an outdoor girl. What a happiness, when we can recall our glorious childhood memory. 


Kawasan Jawa Tengah khususnya Pantura dahulu merupakan daerah penyuplai gula murni paling banyak karena banyak terdapat daratan rendah yang panas. Ya, tempat yang cocok untuk tumbuhnya kebun tebu. Dan Pati, tanah kelahiranku, khususnya kecamatan Winong, banyak sekali perkebunan tebu. Dahulu, jaman Pak Harto, perusahaan gula cukup berjaya. Dan, apabila seseorang menjabat sebagai kepala desa, maka beliau mendapat beberapa petak tanah perkebunan tebu.  Hasil panennya tentu buat sang kepala desa. Sekarang, kepala desa masih mendapatkan jatah tanah selama beliau menjabat. Hanya saja, sepertinya terserah mereka jika mereka ingin menanam sesuatu yang lain seperti padi, palawija, jagung, atau bahkan dibiarkan kering kerontang saat musim kemarau. Setelah seorang kepala desa usai menjabat, maka tanah tersebut diteruskan kepala penjabat berikutnya. Setiap desa memiliki berhektar-hektar kebun tebu. Tapi aku tidak yakin jika semua kebun tebu di sekeliling desaku adalah untuk kepala desa semua. Mungkin hanya sebagian, dan sebagian lagi merupakan milik pabrik gula. Sang kepala desa pun tidak memiliki pabrik sendiri, so sudah pasti beliau nebeng proses produksi.


Aku sudah lama sekali tidak melihat kebun tebu. Karena, semasa aku kecil, akhir sekolah dasar, kepala desa mengganti jenis tanaman di tanah tersebut. Kemudian, sejak aku meninggalkan kecamatan, ngekos saat kelas satu SMA di Kota Kabupaten, serta pindah ke Kota Bogor saat kelas dua SMA, dan berikutnya tinggal di Jakarta, maka aku bahkan tidak pernah melihat lagi kebun tebu. Cukup sulit untuk ditemukan di perkotaan, atau di kabupaten-kabupaten di Jawa Barat yang sebagian besar penyumbang beras tanah air. Meski saat aku pulang pun, tanah-tanah jatah kepala desa pun lebih sering ditanami padi atau palawija. Tidak dengan tebu.


Tetapi,,,,,,, 3 Mei 2018 kemarin, aku berhasil dibuat takjub dan total flash back to my childhood memory.
~tapi butuh waktu lebih dari sebulan buat nulis. Hahahaha. Duh. My priority list.


Aku kemarin pulang kampung tersingkat, cepat, padat, capek dengan total berangkat dari dan tiba di Jakarta kembali dalam hitungan 30 JAM. WTF. (Wants To tranFser) 


Adekku lagi nuntut untuk diperhatikan lebih, yang mungkin LDR kakak adek ini bikin dia kurang perhatian kakaknya dan sukses bikin kakaknya pulang. Buat meeting sama pak gurunya karena dia bolos mulu. Pfff.


Setelah meeting usai, aku pulang ke rumah sama adekku naik motor. Adekku seperti biasa ambil jalan shortcut yang lebih singkat 5 menit dibandingkan menggunakan jalur kecamatan. Bedanya di jakur shortcut ini dibanding jalan umum, kami tidak menjumpai  lampu merah, jalanan lebih kecil dan sepi, di tepi sawah dan rumah penduduk, tidak ada bus dan truk serta puluhan motor berseliweran.
Dan kemarin itu, ada jalur baru yang bikin jalur shortcut lebih shortcut. Nah loh. Dan bonusnya, dari jauh aku dah langsung menjerit, KKYYYYYYYAAAAAAAA KEBUN TEBUUUUUU.



WHY HISTERIC, DWI?


Sungguh,  alangkah indahnya kebun tebu kala sedang berbunga kala itu. Batang-batang tebu yang berjajar rapi membentuk suatu barisan lurus dan selaras kemudian bagian atasnya saat itu sedang berbunga, dan pink, dan cantik, dan aku takjub. Aku tak pernah melihat itu sebelumnya.


Walau aku sempat merasakan beberapa musim tebu saat aku masih kecil, tetapi aku tidak pernah menyadari indahnya kebun tebu saat berbunga. Mungkin kala itu aku masih imoet ketjil jadi aku ga mendongak tinggi-tinggi mengecek apakah mereka sedang berbunga. Dan pula kala itu aku mungkin belum cukup peka pada keindahan alam. Atau aku versi sekarang yang nak kuthit (anak kota maksudnya) sudah jarang terpapar pada pesona alam jika tidak melipir ke pinggiran, maka pemandangan kebun tebu yang sedang bermekaran dirasa sangat sangat suaaannngat indah.


"Dek, dek, dek... Berhenti bentar dek. Kebun tebunya bagus,". Bagus di sini merujuk pada cantik bukan kualitas kebunnya. Haha.


Sang adekpun dah biasa dan paham dengan kakaknya yang gampang kagum sama alam. Beberapa kali kalo motoran bersama dan kami melintasi hamparan sawah yang menghijau atau menguning  bak permadani, maka kami berhenti sejenak buat menikmati pesonanya. Dan ambil foto.


Katakan norak, katakan norak, katakan norak. Lebih keras lagi. Iyaa, aku norak.

Terima kasih. 

Semasa aku kecil, kebun tebu ada tepat di belakang rumahku, hanya berjarak 100M. Sekarang kebun tebu tersebut telah alih fungsi jadi sawah. Kebun tebu merupakan salah satu tamaman dipersawahan yang lebih tinggi dibanding dengan padi, kacang-kacangan, dan jagung. Kebun tebu bisa dibilang sebagai penyumbang oksigen juga. Karena daunnya banyak dan tumbuhnya lama.


Masa aku kecil, aku dan teman teman sepermainan suka sekali keluar masuk kebun tebu bermain petualangan dan ala-ala insinyur pertanian sedang menentukan apakah kualitas tebunya manis apa tidak. Kami cukup canggih dalam hal ini.


Kebun tebu ada di sebelah utara dan selatan. Bagian utara paling dekat dengan rumahku. Yang jaraknya 100M tadi paling dekat. Berikutnya ada lagi berjarak 100M ke arah barat dari rumah, dan 1KM ke utara dari rumah. SD ku pun  sampingnya pun dulu adalah kebun tebu. Psstt. Jaman ada imunisasi di sekolah dulu,, kalo jaman sekarang ada video-video anak lagi imunisasi dan mereka meraung-raung nangis, maka jaman dulu, kami pun sama, nangis, dan melarikan diri ke kebun tebu. Hahahaha. Siapa guru yang cuma berjumlah belasan bakal ngejar kami sekelas ke kebun tebu yang luas. Hahahaha.

 
Jika tebu sudah masuk masa panen, maka, kami anak- anak kecil ini pulang sekolah ambil sebilah pisau dapur atau golok kecil dan kami masuk ke kebun tebu. Kami akan menghabiskan sejam dua jam berburu tebu yang empuk dan manis. Memotongnya, membawanya keluar dan memakannya bersama-sama di samping kebun. Saat kami mengupas dan membelah tebu tersebut, serta menemukan tebunyaa manis, maka, seolah-olah kami menang games, menemukan formula kimia baru dan patut dijuluki anak pertanian IPB. Hahahaaha. What an imagination.


Dalam memilih tebu, kami akan mengetuk-ngetuk batang tebu dengan pangkal pisau, untuk mendengarkan apakah batang tersebut kopong apa tidak. Lalu kamu mengukur pula ketinggian pohon, semakin tinggi, maka ruasnya semakin banyak, semakin puas makan tebunya. Meskipun batangnya tinggi, kami tidak menggambil tebu hingga ruas penghabisan. Bagian termanis dari tebu tentu saja bagian paling dekat dengan tanah, dan paling hambar adalah yang paling dekat dengan pucuk daun.


Sesi makan atau mengunyah tebu merupakan acara yang seru. Kami meningkatkan pertemanan kami dengan makan tebu bersama. Tebu akan kami kupas dari atas ke bawah. Kami harus hati-hati agar tidak menggambil daging tebu terbuang bersama kulit. Tebu tidak kami cuci. Setiap ruas, tebu akan kami kerat menjadi beberapa ruas setinggi jempol tangan, lalu kami belah jadi empat
Maka, setiap potongan adalah ukuran yang pas ke mulut, tidak terlalu besar. Dan kemudian kami menghancurkan daging tebu dengan gigi, dan menyesap rasa manisnya hingga beberapa batang.  And we were so damn close to diabet. Kami menghabiskan waktu dari jam 3 sore hingga jam 5 sore, setelahnya kami pulang agar ibu kami tidak mencak-mencak anaknya tidak segera pulang. 


Kami kadang pulang dengan beberapa batang tebu di tangan yang bisa kami jadikan cemilan saat kami kumpul bersama sehari dua hari setelahnya. Dan tentu saja kami pulang dengan badan penuh besetan daun pohon tebu. Apabila ada yang iseng menabur garam pada kami, maka kami akan ada di kesakitan yang besar. Perihh.


Apabila musim panen tiba, maka hadirlah truk truk pengangkut tebu, pekerja pemotong tebu dengan sabit atau parangnya. Tebu dinaikkan ke atas truk yang berjajar dan membawa batang tebu menjauh entah kemana. Dan dua hektar kebun tebu bisa dilibas  dalam dua sampai tiga hari. Eh segitu ga  ya ? Lumayan lama lah jd kami bisa ikutan 'panen resmi' juga. Itu adalah moment anak-anak masuk keluar kebun lebih sering.


Dan setiap pulang sekolah jaman SD, kami janjian buat ke tempat panen. Aku katakan itu 'panen resmi' karena kami sebenernya tidak pernah ijin untuk ambil batang tebu tersebut. Entah memang kepala desa secara tidak tertulis memang mengijinkan anak-anak atau warga buat memotong tebunya untuk sekedar di sesap manisnya. Ya jumlahnya kan ribuan batang. Aku tidak pernah ujug ujug ke rumah kepala desa bilang minta ijin potong tebu. Dan setelah besar, kok ya aku merasa kayak kriminal yaa hahaha. Menggunakan asumsi umum untuk membenarkan sesuatu. Duh maafin aku pak kades.


Selain ambil batang tebu, aktifitas lain yang anak-anak lakukan adalah mengumpulkan batang tebu kering dan dibawa pulang untuk stok bahan bakar tungku jika orang tua masak besar seperti hajatan pakai tungku, you know somehow it makes the food even more delicious. Batang tebu kering merupakan bahan bakar yang bagus. Teman-teman yang ortunya punya ternak, mereka ambil 'limbah panen' berupa daun tebu segar untuk pakan ternak.


Setelah lahan kebun tebu di tebas habis, maka lahan tersebut perlu ditanami lagi. Sebelumnya, lahan yang penuh dengan limbah panen yaitu daun tebu basah dan kering serta batang tebu tidak terpilih harus dibakar. Pembakaran ini bertujuan pula untuk membakar bagian pangkal tebu yang tidak bisa ditebas. Dan tentunya, mengangkut daun tebu selebar dua hektar tentu saja pe-er. Biasanya di bakar pada malam hari. Seru aja lihat pembakaran tersebut. Lihatnya tentu saja dari jauh. Kalo tidak, hidung kami bisa goZong.


Esok harinya anak-anak akan kembali lagi ke lokasi kebun yang berwarna hitam untuk mencari batang tebu yang bagus-tertinggal-dan-terbakar. Karena batang tebu matang tersebut rasanya sungguh beda. Wanginya pun bukan seperti karbon bekar pembakaran. Sangit sangit gimana gitu. Atau rasa karamel ? Eh.


Jika satu lahan selesai dipanen, maka kebun yang lain akan menyusul dipanen dengan agenda yang sama. Dan anak-anak akan ikut pindah lokasi 'bermain'.


Kebun tebu cukup luas buat anak-anak bermain. Mereka bagaikan bermain di kebun tak berlabirin. Mereka kesana kemari menemukan keseruan mereka.
Apakah kami takut jika kami hilang atau diculik? Tidakk,,, tidak ada cerita seperti itu kala itu.


How happy I am to recall a part of my childhood and to find that we were fearless kids.


Thanks for reading. 🌸♥

Comments

Popular posts from this blog

Mie Ongklok Ter-enak Se Wonosobo

Dwi's Story : Carelessness & Focus

Lebaran Di Tengah Pandemi