Hatiku yang tertinggal


Kereta Tawang Jaya baru saja beranjak meninggalkan stasiun Semarang Poncol. Jam tertanda pukul 13.15. Tapi entah kenapa dada saya tiba-tiba sesak dan Mata saya memanas. Ada semacam perasaan tidak iklas kereta api ini melaju membawa saya pergi. Meninggalkan keluarga saya yang membutuhkan saya.

Ah... ini kan bukan pertama kali saya pergi merantau. Saya juga sering pulang. Tapi entah kenapa kali ini saya sedih. Air mata sudah mengumpul di sudut2 mata saya. Duh kan malu. Kenapa saya harus menangis. Tapi rasa sesak di dalam dada ini membuncah ingin dituangkan. Mungkin karena saya duduk sendiri, penumpang samping dan dua di depan saya belum naik. Posisi duduk ini membuat saya tidak banyak mendapatkan distraksi.

Saya tutup muka saya pakai kerudung pashmina saya. Dan air mata saya mulai mengalir. Hangat melewati pipi. Saya tidak pernah seemosional ini meninggalkan rumah. Saya biarkan air mata saya mengalir di bawah kain kerudung biru saya. Mengalir semakin deras hingga saya sesenggukan. Saya mencoba menahannya, khawatir terdengar orang lain. Penumpang sebelah anak muda yg sedang main games di smartphone mereka. Mungkin mereka mendengar atau mereka megetahui saya menangis. Biarlah.. saya tidak mengganggu mereka.

saya menangis sejadi -jadinya. Saya tuangkan perasaan yang terpendam dalam dada. Bahwa mudik kali ini memberi cerita berbeda di dalam keluarga saya.


Bahwasanya saya menangis untuk Ibu saya. Ibu yang hatinya rapuh dalam membesarkan anak-anaknya. Ibu yg mudah terluka melihat kenakalan anak lelakinya. Ibu yg menutupi dan membawa sendiri kesusahannya. Yang saya tak mampu mengangkat banyak kesedihannya, saya  yang belum banyak membahagiakannya, meringankan hidupnya.


Ibuku yang pagi ini menangis juga, pertama menangis bersama adik saya, yang tidak tega melihat adik saya saya hajar pakai tangan dan kaki saya. Kemmudian menangis bersama saya, setelah adik saya pergi.

Aku yang belum mampu menjaga mereka berdua. Aku yang belum mampu melindungi mereka berdua.
dalam doa saya panjatkan perlindungan, keselamatan dan kebahagiaan untuk mereka. Berharap Tuhan mendengarkan dan mengabulkan.

Air mata saya masih banyak, tetapi saya harus tegar. Buat apa menangis berlama-lama. Rencana ke depan lah yang saya butuhkan. Sehingga kelak saya bisa membawa hasil yang lebih baik dalam keluarga saya.

Saya seka ujung mata saya dengan bagian jilbab yang masih kering. Sebagian telah basah terkena rembesan air mata.



Ya Tuhan mohon kuatkanlah saya. 
Mohon kuatkanlah saya. 
Mohon kuatkanlah saya.


Di Kereta Tawang Jaya Semarang-Jakarta. 

Comments

Popular posts from this blog

Mie Ongklok Ter-enak Se Wonosobo

Dwi's Story : Carelessness & Focus

Lebaran Di Tengah Pandemi