Mie Ongklok Ter-enak Se Wonosobo

Ga lengkap ke Wonosobo ga makan mie ongklok. Ga lengkap pula kalo ga mampir ke Mie Ongklok Longkrang ini.  Rekomendasi ini langsung dari anak Wonosobo asli yang nemenin aku dan teman-teman jalan-jalan di Prau dan Dieng kemarin. Well, selera orang tuh beda-beda, Jadi ini tidak bisa dijadikan judgement apapun. Tapi ya namanya jalan-jalan ya asyikin ajjah.




Kenapa mie ongklok Longkrang ini terkewnall ?

Kata Yusen, temen kami tadi, toko ini sudah berdiri dari sejak tahun 1975. WOoooww lama juga ya.  Pertanyaannya, dah berapa kali ganti sepatu yahh dia ? 😁😄😄😄 Tapi disini aku  ogah cerita tentang sejarahnya. Karena pasti udah banyak dibahas diberbagai website.


Di sini aku cuma mau cerita pengalamanku mamam mie Ongklok Longkrang ajah. Berapa lama pesan, harga, keramaiannya, dll...


Let's the story started.


Ini hari keempat dari 4 hari perjalanan di Wonosobo tepatnya Senin, 11 Juni 2019 dan merupakan masih dalam rangkaian libur lebaran. Monmaap, teman yang lain di Wonosobo cuma tiga hari tapi aku empat hari. Walau hari pertamanya hanya terhitung beberapa jam saja. Haha.


Hari ke-empat adalah hari kepulangan kami ke kota masing-masing setelah naik gunung Prau dan eksplor Dieng. Setelah kami berkemas dan check out dari guest house, kami menuju kota Wonosobo dengan bis Dieng. Bisnya macam minibus yang pintunya di tengah dan depan. Dari Dieng ke Longkrang cukup bayar Rp. 15rb saja.  Kalo dimahalin karena musim lebaran begini, ya cakap cakap sikit lah pakai bahasa Jawa. Beda dengan Yusen dan Harries, mereka berboncengan di Satria FU. Biar romanciiis pas dijalanan turun menuju kota. 😜 Apalagi muacett, pasti merosot ke depan mulu 😁😁😁😁😁



Ef ye iii... Sebelum ke mie ongklok Longkrang ini, kami sudah mencicipi mie ongklok di Dieng. Ada bahkan yang sudah pesan beberapa kali dalam 3 hari ini. Kami makan di rumah makan dekat kawasan candi Arjuna dan di kawasan kawah Sikidang. Dan kami tetap ke Longkrang karena pingin  nyicipin dari outlet legendaris ini. 

Oiya, hitung menghitung waktu biar ga ketinggalan bus ke Jakarta, lokasi ini dekat dengan pool bus teman-teman yang akan ke Jakarta, sedangkan aku sendiri bakal tetap menempuh 15-20 menit perjalanan dengan motor ke terminal Mendolo tempat aku menunggu bus melintas tujuan Semarang.


Setelah mengandalkan  Google Maps selama di bus,  (psstt saya lumayan percaya sama doski...Apalagi kalo di kota begini, akurasinya lumayan tinggi) dan berulang ulang ngingetin kondektur bis, maka kami diturunkan di jalur satu arah dimana outlet mie ongklok Longkrang berada. Yusen dan Harries sendiri juga baru saja tiba dengan motor. Woow, bis dan motor waktu tempuhnya ga beda jauh kalo lagi mooceet begini.

*Adegan turun dari bis*

Turun dari bis, kami menurunkan pula tas-tas kami dari atap bus dan meletakkan di trotoar kiri jalan.
Dari trotorar, kami pandangi outlet mie ongklok yang dimaksud. Wow penuh... bahkan sampai tempat duduk paling depan pun penuh. Oke lah.

Rame boii...  Sampai tulisan outletnya ketutupan. 

Nah nah nah yg ngumpul di kiri itu tuh.. 

Tambah ruamee 




Mengingat kami tiba di Longkrang sekitar pukul 15.30 dan bis teman-teman bakal berangkat sekitar pukul 17.00, maka kami bagi tugas.

Aku dan Adla menyebrang terlebih dahulu untuk mengamankan meja (WOOOW MENGAMANKAN)  dan memesan. Saking ramainya, kedatangan kami tak begitu spesial. Para pelayan pun sibuk dengan baki penuh pesanan. Pengunjung beberapa sedang menikmati santapannya, ada juga yang setengah ngegas karena pesanannya tak kunjung datang. Kusuka yang ngegas.

Setelah babibu tanya gimana pesannya, akhirnya aku dan Adla mendekat ke meja kasir. Kasir ada di bagian agak kanan dari outlet. Di belakang meja kasir merupakan bagian dari dapur. Jadi kami bisa menyaksikan bagaimana mie ongklok disiapkan.

Seorang wanita paruh baya sedang amat sibuk senggol bacok menerima pesanan dan juga pembayaran. 10 menit kami berdiri, akhirnya pesanan dicatat jua. Kami pesan 6 mie ongklok, 4 piring sate ayam dan 7 es teh manis. Kenapa satenya 4? Karena satu porsi sate isi 10, sedangkan setiap porsi mie ongklok disajikan dengan 5 tusuk sate. Dan satu porsi sate lainnya buat Yusen, karena dia ga begitu hobi makan mie ongklok. Maklum anak lokal mungkin bosan. Ya berhubung kami anak trapelling ya daripada makan nasi goreng lagi kan, mau lah kami cuba makanan daerah. 😁

Lalu diberikanlah kami nomor pesanan yaitu 137. Akhirnya aku mencuri dengar pesanan keberapa yang baru saja selesai ? Ternyata pesanan 132. Humm mayan lama juga yess...

Di tempat pemesanan ini, pemesan badannya kudu lentur. Soalnya akan berselisihan dengan sama babang pramusaji dengan nampan penuhnya. Jadi kita sambil nunggu bakal kena "misi mas misi mbak awas air panas", pemesan kudu rela menunduk atau meliukkan badan pas mereka lewat.  Overall... Mereka ramah-ramah kok walau sedang syiibuukk n padatt..

Cieeee pakai overall, kirain bakal nulis pakai bahasa Indonesia dari atas ke bawah. Kecolongan juga nulis pakai bahasa Enggres. 😁

Lanjuttt... Kembali ke lap....

Setelah mengantongi nomor antri makanan 137, kami mencari bangku kosong. Hampir tak ada yg bener-benar kosong. Akhirnya kami menanti satu meja yang hendak ditinggalkan babang grabfood. Lalu dengan siap kami rampas dan duduki meja tersebut. Tiada berbagi dengan pengunjung lain. Hidup itu kompetitif, sobatt. *Sahabat Jonni*.


Berhubung narahubung tersambung tersanjung kami berenam, tapi bangku hanya baru ada 3, maka kami mencari bangku tambahan. Anak-anak cowo sebagian merapihkan tas yg gendut-gendut itu biar ga ngalangin jalan dan tas dipindahkan ke teras bank samping outlet. Aku taruh nomor antrian makanan di meja. Lalu saya gercep 'misi pak bu apakah bangkunya dipakai ?' Pas saat kembali, ternyata ada anak muda yang sedang menduduki meja kami. Wadidaw. Gawat nih sahabatt.. akhirnya aku jelaskan kalo kami dah ambil meja tersebut. Akhirnya dia minta maaf dan pergi.


Belum usai sampai di sana, intinya meja masih kosong karena pada syibuk memindahkan tas dan aku butuh satu bangku lagi. Pergilah aku untuk misi pak buk lagi. Dapat deh bangku. Eh pas balik, meja diduduki oleh seorang pakbapak dan beberapa nakanak. Akhirnya dengan terpaksa, saya bilang, maaf ini sudah saya ambil mejanya dan ini nomor pesanan saya. *Makasih nomor pesanan. You saved me*. Sang bapaknpun berlalu.


Iya aku paham kok, outlet lagi rame. Dan pengunjung mau ga mau harus ngurus diri sendiri dulu. Sowwy ke bapak-bapak tadi dan anaknya, tapi kami juga punya agenda. Maaf untuk tidak mengalah kali ini. Fufufu.


Oiya, ngomong-ngomong, kok nyari bangku sendiri aja dan meja dibiarin kosong ? Emang yang lain kemana ?


Baikkkkk....
Maaf ya ceritanya terlalu bernafsu jadi ada bagian yang hampir kelewatan.
Kami berenam tadi bagi tugas. Aku dan Adla pesan makanan. Dimas dan Mullen mindahin tas, Harries dan Yussen pergi naik motor pesan es cendol yang dah terbayang-bayang kelejatannya.  😍😍😍😍 Tentang cendol ini, move on-nya cukup susah. Soalnya enak bangetttt 😍😍😍😍


Berhubung takeaway jadi ga dapat jelas. Minumnya dikokop. Tapi ini endusss abisss 😍

Akhirnya akhirnya akhirnyaaa...  duduklah kami semua dan es cendol pun datang. Tapi pesanan kami lama sekali padahal kami sudah lavar. 😫 Akhirnya aku mengambil satu porsi tempe kemul dari meja orang yang meja tersebut tidak berniat memakannnya.
Tidak sampai 5 menit tempe kemul telah tiada. RIP. Tempe kemul tenggelam diperut kami. 😁

Suasana sore itu lumayan panas semacam campuran sinas matahari, debu kendaraan yang macet di depan outlet, asap dari dalam dapur, bau aneka makanan dari dalam, dan tentu saja setiap pengunjung menyumbang aroma badan. Meja kami tepat di tepi jalan, di trotoar. Ada enaknya ada tidaknya.


Meja ga rapih yg penting hepiii


Akhirnya entah sudah berapa belas atau puluh menit kami menunggu, makanan kamipun telah tiba. Kami langsung santap.
Etapi ada yang aneh. Ini kenapa makanan pesan tujuh padahal kami cuma berenam ? 😁😁 Kami seolah-olah tetap menghitung Aji dalam rombongan padahal dia sudah balik ke Jakarta kemarin sore. 😁😁😁 Begitu pula es cendol dan es teh, semuanya tujuh. Hadoh otak kami dah gak akur. 😁 Mungkin kami tenaganya dah sisa sisaan kali ya. Untung ada si perut lebar yang ga keberatan untuk makan mie ongklok dua porsi. Dalam hitungan, eh ga ngitung deng, mie ongklok telah selamat diperaduan. Ini antara kami lapar, doyan, atau karena sudah tersugesti mie ongklok terenak jadi makan cepat. 😁
Lalu kami lengkapi dengan es cendol dan es teh. Sungguuh nikmatttt....




Jam sudah mendekati pukul 5 sore dan 4 orang harus segera ke pool bus. Tinggal aku yang menyelesaikan pembayaran. Mau bayarpun harus ngantri ya Allah 😁😁😁 karena kasirnya harus turun tangan dihari penuh berkah libur lebaran seperti ini. Kuminta nota dan kuucapkan terima kasih lalu kutinggalkan outlet dengan capai dan senang serta kenyang.


Ni harganya gaes


Overall (lagi), penilaian ini ga bisa dijadikan patokan. Pertama, kami sudah lelah. Otak kami pun dah ga beres. Pesen aja pada kelebihan semua. Kami tidak henti-hentinya mentertawakan kebodohan kami. 😁 Kedua, kami lapar. Yang ada didepan pasti langsung sikat. Ketiga, sajiannya enak dengan kata lain tidak ada rasa yang mengganggu sama sekali. Dan yang terakhir, yang membuat kami bahagia makan mie ongklok longkrang adalah karena ini merupakan makan penutupan sebelum kami semua kembali ke tempat masing-masing. Dibumbui dengan segala kebersamaan dan kenangan yang telah kami ciptakan bersama beberapa hari ini. Seolah-olah, apapun yang kami makan, kami ga masalah, asal semuanya makan, tidak ada yang tertinggal apalagi kelaparan. Bagi kami itu sudah jauh dari cukup.



Dan tempat legendaris ini, semoga lain waktu kami bisa mengunjungi lagi dan lebih waras dalam menilai.

Jadi, kita ngetrip kemana lagi, guys ? Aku nitip beliin jas ujan plastik ya.

Maaf ga ada plot twist, kami lagi ga main drama, ini juga bukan  Calon novel bestseller


Kejadian di Wonosobo 11 Juni 2019, ditulis di Jakarta, 4 Juli 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Lebaran Di Tengah Pandemi

Let The Person Know