I Have Been Adventurous Since I was A Tiny

Saya suka tantangan, mengandung resiko dan cenderung berbahaya. And, I am a bit reckless.... 😆


Gunung guntur, Jabar

Dwi kecil, saya kena tugas mengumpulkan kayu bakar, karena nenek saya lebih suka masak pakai tungku dibandingkan pakai kompor, begitu juga para orang orang tua teman-teman saya. Jadi, terkadang di sore hari sepulang sekolah, saat saya masih kelas 1-3 SD kalo ga salah, saya pergi mengumpulkan kayu dan ranting kering. Hari Minggu yang buat libur pun, jam 6 pagi saya sudah disamperin sama teman-teman saya buat cari kayu bakar.

Tenang, saya nyari bakarnya bukan di hutan, karena ga ada hutan disekitar rumah saya atau desa saya. hutan adanya jauuuuuuuhhh.
Saya nyari kayu bakarnya adalah dari kebun bambu, bambu kering merupakan kayu bakar favorit, karena mudah dicari, ringan dan cepat kering setelah di tebas. Nah, tipikal pedesaan di Pati, sebuah desa itu biasanya dilingkari oleh kebun bambu. Dahulu kata bapak saya, jumlahnya lumayan banyak, pas saya kecil, jumlahnya sudah mulai berkurang karena lahannya  dibuka untuk dibuat persawahan atau dibangun rumah.

Nah, tapi ada kalanya pas saya ga cari kayu bakar, Dwi kecil dan teman-teman main di rumpun bambu. Aktifitas ini cocoknya dilakukan di sore hari saat angin sedang sepoi-sepoi dan membuat bambu berderak-derik menyanginyakn lagu alam. Duhhh, damai dech pokoknya.

Nah, kami akan masuk ke dalam rumpun bambu, membuat peta, memasang strategi, buka jalur, dan membuat markas. Hahaha, keren ga tuh ? Kami bermain hingga jam 5 sorean, karena kalo lebih dari itu, kami takut hantu di pohon bambu yang gelap, hahahaha canda.

Sepulang dari main di rumpun bambu, tentu saja kulit tangan dan kaki kami perih karena kami tersayat-sayat duri bambu yang runcing-runcing sekaligus dicampur keringat kami. Duhhh,, my childhood memory.


Di sekitar rumah saya masih banyak tanah terbuka, rumah satu dengan yang lain berjarak 30 M, dan masih terdapat banyak pohon mangga tinggi-tinggi. Apa yang kami lakukan saat musim mangga? Tentu saja memanjat pohonnya. Karena kami masih kecil-kecil dan kami ingin makan mangga, menyonggek, ----APA ITU MENYONGGEK??? ---- nganu lah, itu lohh, metik buah pakai galah, kami ga bisa sampai ke ranting dan cabang yang tinggi dan jauh. Sementara buah mangga yang ranum, manis, matang itu banyak banget di atas. Maka, saya dan teman-teman saya pun unjuk kebolehan ketrampilan memanjat kami.

Ukuran pohon mangga itu sebesar rangkulan dua orang sekecil kami,  dan tingginya mungkin 50 M.
Dan,,, buah mangga itu ga ada di sekitar batang yang kokoh, melainkan ada di sekitar daun dan ranting yang ada DI UJUNG . Nah,,,,, kalo hanya sekedar memanjat dan berteduh di dalam rimbun pohon sih aman, yang ga aman adalah adegan memetik ini. Saya merambat pelan-pelan ke ujung ranting. Angin jam 2 siang tentu saja, sepoi-sepoi menggerakkan dahan dan ranting. Dwi kecil memeluk ranting agar tidak jatuh, ranting pun bergoyang karena angin dan karena beban saya. dahan pun makin ke ujung makin turun karena beban saya, saya harus tahan nafas. Saat sudah bisa menggapai buah mangganya, yang kadang harus diputar-piutar agar lepas dari rantingnya dengan satu tangan, keringat ngucur karena cemas cemas dan satu tangan pegangan untuk keselamatan. kalo pegangan lepas, maka saya bisa terjun bebas ke dasar tanah kering. Duh,,, IBUK saya ga lihat. kalo lihat di pecut saya. Setelah dapat mangga dan di jatuhkan ke tanah pun, saya harus pelan elan balik ke batang utama. fiuhh. See, how reckless I was.
Alhamdulillah, ga pernah jatuh. BANGGA.


SMP kelas 1, hidup saya berubah dong dari anak SD Sd an, mainnya juga lebih jauh, yaitu main ke tetenagga sebelah yang jauh.

Transportasi saya kala itu adalah sepedah. saya sama teman saya pada hari pertama puasa karena libur sekolah saya memutuskan pergi berdua sama temen cewe. Saya mendengar dari teman SPM saya yang jaraknya lumayan jauhan dari sekolah saya, kalo saya, gedung SMP nya dari belakang rumah juga terpampang nyata. nah mereka bercerita jika di desa dekat mereka tingal ada Godo, daerah yang asri dengan air sungai yang jernih, mengalir deras, penuh hutan rindang, dan udara sejuk. Njiiirrr,,, hati saya terpanggil buat mendatanginya.


Maka bertolak lah kami yang tidak tau jalan ini. Alhasil setelah bersepeda 9 KMan, kami ga kunjung tiba di lokasi, yang ada, KAMI NYASAR DI SAWAH. Panas, haus, tersesat. lengkap. setalah bertanya kesana kemari, akhirnya kami tiba dilokasi. Yup, tempatnya bagusntuk ukuran saya yang belum melihat dunia yang lebih luas. Hilang lah semua penat. Damai, adem...

Setelah itu, kami sering berdua ke sana, hampir sebulan sekali. kami jalan-jalan di perkebunan, melihat orang orang menggotong batang pohon yang telah di tebang, eh, kok ? bergulung-gulung di bukit dan berkenalan dengan beberapa cowok. Namun sayang setelah saya SMA, kemudian pindah ke Bogor, saya sudah ga pernah ke sana lagi. Sad.....



Kelas 1 SMA, saya tergabung dalam camping tim bhayangkara, satuan pramuka yang dibimbing oleh kepolisian Polres Kab. pati. Nah campingnya ada di daerah pegunungan, kaki gunung Muria. dan kami ada acara games yang masuk ke hutan, mencari jalan dan memecahkan teka teki. To be honest kegiatan pramuka itu melelahkan, jd saya ga konsen belajar. tapi saya seneng bgt saat camping itu karena kami berada di hutan, diantara pepohonan, menyusuri sungai dan MENGHIRUP UDARA YANG SEJUK.
Itu lah yang membuat mengapa saya setelah besar suka sekali kembali ke gunung.



the track to Loji camping ground

the pine forest at Loji

a waterfall at Loji


I am an adventurous girl, that loves to bond with mountains.Menjadikan saya cewe yang seterong. saya menyadari bahwa maha karya Tuhan itu begitu agung dan luas. Dan menikmati alam juga harus dibarengi dengan memelihara alam.

Salam alam. :😊




Comments

Popular posts from this blog

Mie Ongklok Ter-enak Se Wonosobo

Dwi's Story : Carelessness & Focus

Lebaran Di Tengah Pandemi